Tentang perpisahan.
Aku harus mengerti bahwa, sebuah perpisahan tak bisa dihindari. Pada waktunya perpisahan itu akan datang pula. Karena memang sang waktu telah datang, untuk menjemput. Walaupun sekuat tenaga, kita berusaha berlari untuk menjauh, namun nampaknya itu hanya akan menjadi kesia-sian semata.
Kini perpisahan itu sudah sehasta didepan mata. Dekat, sangat dekat. Detik berganti menit, menit berganti jam, dan jam berganti hari, begitulah memang adanya. Hanya tinggal beberapa hari saja moment itu akan tiba.
Andai saja ada dua pilihan, berpisah atau terus bersama, dan aku bisa memilih satu diantara keduanya. Tentu aku akan memilih untuk bersama. Ya bersama, bersamamu!
Namun nyatanya pilihan itu tak ada, hingga akupun tak bisa memilih.
Sedih, tentu aku merasakannya. Aku takut jika perpisahan ini membuat kita tak bisa berjumpa lagi di dunia. Meskipun perjumpaan yg dinanti dan dicita-citakan kita adalah perjumpaan di tempat terindah nan abadi, kelak.
Bahagia, tentu akupun akan merasakannya. Aku bahagia jika ketika kita berpisah, engkau mampu mewujudkan cita-citamu. Seandainya saja aku bisa mendampingimu untuk mewujudkan cita-citamu, tentu aku akan mendampingimu dengan sepenuh hati. Hati yang memang sudah layak untuk mendampingimu. Bukan hati yang dibius oleh hawa nafsu semata.
Aku merasa terlalu lemah. Aku merasa ada setitik rasa, yang mungkin kau tak merasakannya. Rasa itu, nyatanya tumbuh subur namun masih dapat aku kendalikan pertumbuhannya. Entahlah, apakah ini hanya nafsu semata atau mungkin satu keyakinan bahwa engkau memang orang yg selama ini aku cari ?. Namun percayalah, rasa ini bukan rasa yang sengaja aku buat. Akupun tak tahu kenapa rasa ini bisa ada dan tumbuh dalam hati. Dan aku pun tak tahu, kenapa setiap kali aku mengingatmu, akupun selalu mengingat tuhanku.
Aku selalu bertanya-tanya pada diri. Apakah rasa ini akan selamanya seperti ini ataukah akan menghasilkan buah yang manis, semanis buah utrujah ?. Nyatanya, ini semua tergantung pada keberanianku. Apakah perpisahan yang sebentar lagi terjadi, akan menjadi perpisahan yang nyata ? Ataukah akan menjadi jalan bagiku untuk mendampingimu dalam mengejar cita-citamu?
Yang pasti, sebentar lagi aku tak akan bisa melihatmu seperti biasanya. Aku masih tetap di dunia ini -dunia yg pernah engkau rasakan-, untuk beberapa waktu kedepan. Dan engkau akan merasakan dunia yang baru, dunia yang engkaupun tak tahu seperti apa dunia itu.
Dimanapun kita berada, kelak. Aku selalu berharap hanya jasad saja yang dibatasi oleh jarak. Namun, ikatan hati sebagai saudara seiman selalu terjaga, atau bahkan bisa tumbuh semakin subur, akarnya semakin kuat menopang jika diterjang badai, daunnya semakin rimbun berikan kesejukan.
Kini aku terus merenung. Aku tak tahu, apakah kini engkau merasakan setitik rasa yang sedang aku rasakan ataukah tidak sama sekali ?
Aku benar-benar tak tahu. Dan pertanyaan itu yang kini terus menyeruak kedalam alam pikiranku yang terdalam, mengalir tiada henti dalam aliran darah, masuk kedalam rongga-rongga hati yang terkecil, juga menyatu dalam detak nadiku.
Namun aku meyakini, kau pun merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Ya tentang hati, tentang sebuah harapan, tentang sebuah cita-cita, cita-cita akan kebersamaan. Aku bisa melihat itu semua dari caramu memandangku, dari caramu membalas salamku, dari caramu dalam mendampingi amanahku.
Aku kagum padamu, kau selalu menjaga, dan tetap menjaga agar tak ada batas yang rusak karena salah melangkah.
Perpisahan ini hanya sementara, ini tak akan lama. Perpisahan ini merupakan sebuah ujian penantian dalam kesabaran. Perpisahan ini adalah pembelajaran akan makna kedewasaan.
Perpisahan ini adalah untuk menjaga batas, menata hati dan memantaskan diri.
Bukankah Rasulluah Saw banyak berkata tentang keutamaan sabar?
Kesabaran merupakan dhiya’ (cahaya yang amat terang). Dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, “…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” [Hadis Riwayat Muslim].
Kesabaran adalah cahaya, itu yang diucapkan Rasulullah, bukan ?
Maka, tak usahlah kita takut akan perpisahan ini, meski hakikatnya kita takut.
Mari menata diri, menjaga hati, menjaga kehormatan, agar kelak kita bisa bersama tanpa ada batas yang rusak yang telah dilalui. Percayalah bisyarah dari Allah pada hambanya yang bersabar.
"Sesungguhnya waktu yang dijanjikan Allah itu, pasti akan datang" (QS.Al-Ankabut : 5)
Aku meyakini, semakin kita berusaha menata hati, menjaga kehormatan juga menjaga diri, tentu Allah akan menjaga kita dalam kesabaran. Dan akupun meyakini jarak yang ada bukan menjadi penghalang untuk tidak bersama, kelak kita akan bisa menghapus jarak itu, dan kita akan bersama dalam sebuah ikatan yang saling menguatkan. InsyaAllah.
Kini, biarkanlah perpisahan ini menjadi prolog terbaik untuk memulai kisah indah tentang kebersamaan kita kelak. Semoga
Bandung, 09 Sept '16 18.40 WIB
@luthfi_ariff
Silakan dishare, Semoga bermanfaat.. :)