Sosok wanita
dalam islam sangat dimuliakan. Mereka memiliki porsi tersendiri dalam perannya
pada drama kehidupan manusia. Sebelum islam datang wanita sangatlah direndahkan, namun saat islam datang melalui Rasulullah SAW, maka
dari sanalah derajat wanita mulai terangkat. Berbeda dengan zaman jahiliyah
dulu, saking rendahnya derajat wanita, mereka sampai dikubur hidup-hidup karena
dianggap musibah dan malapetaka.
Terangkatnya
derajat wanita dimulai dengan adanya perintah untuk berjilbab. Dengan
mengenakan jilbab, berarti seorang wanita telah menjaga kesuciannya, dan telah
menutupi mahkotanya sebagai perhiasan terbaik dirinya. Ya, jilbab! Jilbablah
titik awal terangkatnya derajat wanita. Selain untuk menjaga kesucian dan
kehormatan seorang wanita, jilbab merupakan identitas seorang muslimah. Namun
meskipun begitu, jangan pernah menilai yang tidak berjilbab adalah nonmuslim.
Di era modern
seperti saat ini, fenomena jilbab sudah semakin diterima masyarakat, namun kembali
kita harus melihat jilbab seperti apa yang mayoritas digunakan. Apakah sudah
sesuai dengan syariat Islam? Ataukah belum ?. Karena sesungguhnya arti jilbab
dalam Al-quran sudah sangat jelas. Allah SWT. berfirman “… Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka
mudah dikenali , karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun dan
Maha Penyayang”. (Q.S Al-Ahzab : 50). Karena perkara jilbab ini adalah perintah
yang sudah ada tuntutnannya dalam al-quran, maka tak bisa kita menggunakan
logika dalam melaksanakan atau menjalankannya. Misalnya, jilbab itu yang
penting menutupi rambut, jilbab itu yang penting modis, dsb.
Namun feonomena
yang berkembang saat ini yang membuat miris ialah adanya peran dominan bisnis
dalam jilbabisasi di Indonesia. “fenomena bisnis” ini menjadikan jilbab lebih
dilihat dari segi keindahannya saja buka kesyar’iannya. Permasalahan seperti
ini memang cukup sulit didiskusikan dan dicari jalan tengahnya, karena memang tidak
akan pernah bisa selesai apabila berbicara agama dan ego manusia. Namun
baiknya, sebagai seorang pembelajar perlu kiranya masalah seperti ini
dikembalikan pada kaidah-kaidah yang telah ditentukan Allah dan RasulNya,
khususnya dalam penggunaan jilbab agar tetap sesuai dengan syariat Islam.
Seringkali orang
mengartikan jilbab adalah penghalang. Itu kurang tepat! Jilbab adalah
pelindung. Serang wanita muslim akan terlihat lebih anggun dan cantik apabila mahkota
indahnya ditutupi oleh jilbab. Namun walaupun begitu, masih banyak sekali muslimah yang tidak mengenakan jilbab, dengan alasan jika menggunakan jilbab
maka ruang geraknya akan terbatasi. Apakah demikian?. Jika semua permasalahan
dikembalikan pada Allah dan RasulNya, maka jilbab adalah anugerah bukan
penghalang. Perlu diingak kembali, Allah
membekali manusia dengan 3 potensi yaitu fisik, akal dan rohani. Lalu jika
dikaitkan dengan pendapat sebagian orang bahwa jilbab itu penghalang, maka potensi
manakah yang dapat terhambat jika seorang wanita menggunakan jilbab? Tentu
tidak ada! Mari perhatikan uraian dibawah.
Poin pertama,
apabila dikatakan bahwa jilbab menghambat kita untuk mengembangkan potensi dari
segi fisik, apa kabar dengan saudara kita Agung Etty Hendrawati yang merupakan
atlet panjat dinding tingkat internasional. Atau, Kulsoom Abdullah yang
merupakan atlet angkat berat (Amerika Serikat). Keduanya adalah seorang muslimah
dan tidak mengenyampingkan kewajibannya dalam berjilbab. Kulsoom Abdullah
ditentang sangat keras untuk tidak menggunakan jilbab , bahkan beliau tidak
diizinkan untuk mengikuti kejuaran-kejuaraan. Tapi, apa mau dikata jika Allah
sudah berkehendak dan beliau diberikan potensi yang luar biasa maka hukum yang
berlakupun akan kalah dengan hukum Islam. Alhasil, Dewan hubungan AS-Islam
memperbolehkan atlet untuk menggunakan jilbab. Beliau menjadi atlet olahraga
wanita pertama yang berjilbab. Dan memenangkan kejuaraan IWF (the Internasional
Weighthfting Federation) tahun 2011. Selain itu kita bisa melihat profesi yang
lebih menarik yang ditekuni oleh Ayesha Farook. Beliau merupakan wanita militer
pilot jet tempur Pakistan dan tidak pernah sekalipun melepaskan jilbabnya. Pemakaian
jilbab dikalangan militer sudah tidak aneh lagi, bahkan sekarang di beberapa
daerah Indonesia para polisi wanita sudah diizinkan untuk menggunakan jilbab.
Selanjutnya,
jika potensi dilihat dari segi Akal, maka itu lebih tidak relevan dengan alasan
enggan dalam penggunaan jilbab. Sungguh sangat menggelikan jika serang
dikatakan tidak bisa memaksimalkan potensi ini karena sekedar menggunakan
jilbab. Kita ambil contoh lagi diantaranya Asma Nadia (Penulis), Eqbal Asad
(Dokter termuda di dunia) dan Soumaya Khalifa (Pendiri Islamic Speaker Bureau
of Atlanta). Mereka adalah para akademisi yang memiliki intelektual yang baik.
Paham akan Islam namun tetap fleksibel terhadap setiap perubahan zaman. Dikatakan
dalam salah satu website, ungkapan dari Soumaya “Aku tidak melihat Islam
sebagai mengambil kebebasanaku sebagai seorang wanita, Islam justru benar-benar
membuka dunia bagiku” (Republika).
Hal yang sama
bisa kita lihat pada potensi ke-3 manusia yaitu potensi Rohani. Justru untuk
memaksimalkan potensi ini maka jilbab adalah aplikasinya. Dengan keteguhan hati
maka akan semakin memperkuat rasa kecintaan kita pada diri kita sendiri. Karena
sesungguhnya, wanita yang mencintai diri sendiri tidak akan mau menampakkan
keindahan yang dimilikinya secara cuma-cuma.
Bukankah menutup
aurat dan berjilbab adalah satu kewajiban bagi wanita di Islam. Lantas apa lagi
yang menjadi alasan enggannya berjilbab? Sudah dijelaskan bahwa potensi wanita
tidak akan terhambat hanya karna sekedar menggunakan jilbab. Sepertinya hal ini
bersangkutan dengan ucapan masyarakat pada umumnya mengenai jilbab. Masyarakat
Indonesia sangat stereotip. Suka sekali memberikan penilaian kepada seseorang
berdasarkan persepsi terhadap kelompok yang dapat dikategorikan. Mungkin ini
terjadi karena banyak muslimah berjilbab yang mereka temui adalah sosok yang anggun,
lemah lembut, santun, rajin shalat, bersedekah, sering ikut pengajiaan dan
perspektif-perspektif lain yang dikaitkan dengan kesolehan lainnya. Sehingga
dari stereotip inilah yang membuat sebagian wanita muslim membatasi diri,
menjadikan dirinya eksklusif dan hanya berteman dengan golongannya saja.
Berarti sebenarnya kemantapan hatilah yang harus dievaluasi bukan karena
melihat budaya yang berkembang di masyarakat.
Pada hakekatnya,
jilbab bukan tirai dan dinding yang membatasi pergerakan seorang wanita. Kemampuan dan potensi wanita bisa
dimaksimalkan disertai dengan keanggunan yang terpancar dari jilbabnya. Saat
ada yang menolak dengan keras pendapat tersebut dengan segala argumennya yang
dilontarkan, maka yang harus dilakukan adalah penyampaian dengan qudwah hasanah atau menjadi teladan yang
baik. Oleh karena itu asumsi-asumsi masyarakat tentang hal ini bisa ditentang
mengingat banyak sekali contoh muslimah yang sukses dan memiliki prestasi yang
hebat meskipun mereka berjilbab. Sekali lagi, jilbab itu bukan penghalang tapi
pelindung dan membuat muslimah cantik dengan cara yang berbeda.
Silakan dishare, Semoga bermanfaat.. :)