Berbicara
tentang islam tentunya bukan hanya berbicara tentang iman dan taqwa semata,
namun lebih dari itu. Untuk mewujudkan aspek keimanan dan ketaqwaan yang purna
pada sebuah peradaban tentu kita tak bisa lepas dengan apa yang disebut dengan
dakwah, karena dakwah adalah prime metode
untuk membentuk pribadi menjadi baik –memiliki aspek keimanan dan ketaqwaan
yang baik-. Dakwah sendiri secara bahasa lebih dikenal dengan arti menyeru atau
mengajak, namun secara istilah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dakwah
adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan kepada apa yang dibawa
Rasul-Nya dengan membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang
mereka perintahkan.
Dakwah
adalah kewajiban bagi setiap muslim. Karena hakikatnya setiap muslim adalah
seorang Dai (Subjek Dakwah). Seorang Dai/Dai’ah mempunyai kewajiban untuk berdakwah,
menyampaikan kembali risalah Rasulullah kepada setiap orang yang ia temui
dimanapun ia berada. Berbicara tentang ruang lingkup dakwah amatlah luas,
karena semua tatanan kehidupan manusia semuanya diatur oleh islam, maka setiap
apa yang diatur oleh islam, itu adalah ruang lingkup dakwah. Salah satu bagian/ruang
lingkup dari dakwah islam itu sendiri adalah dakwah kampus (DK). Dakwah kampus sendiri
dapat diartikan sebagai upaya untuk menyebarkan dan mengajarkan risalah Allah
yang dibawa oleh Rasulullah di kampus, sehingga nantinya diharapkan nilai-nilai
islam, “Islamic Culture” tumbuh dan
berkembang di kampus. Namun untuk mewujudkan hal itu, tentu ada
tantangan-tantangan tersendiri yang harus siap dipikul dan dilalui oleh dakwah
kampus. “Bagaimana menciptakan suasana
kampus tersentuh oleh nilai-nilai islami? bagaimana membuat objek dakwah agar
berafiliasi terhadap islam? Bagaimana menjadikan objek dakwah yang sudah
berafiliasi terhadap islam menjadi subjek dakwah?, merupakan tantangan-tantangan
bagi keberadaan sebuah Dakwah kampus.
Pada
keberjalanan, dakwah kampus tidak selalu bisa berjalan sesuai dengan visi
luhurnya. Maka dari itu agar dakwah kampus bisa terus bergerak pada relnya, ia harus
ditopang/dibantu oleh berbagai elemen yang ada. Baik itu dari segi system yang
dijalankan –harus sesuai dan terarah- dan juga tentunya SDM yang memadai.
Subjek
dakwah memiliki peran sentral dalam keberjalanan dakwah kampus. Berbicara
tentang subjek dakwah berarti berbicar apula tentang Sumber Daya Manusia (SDM).
Subjek dakwah adalah ia yang senantiasa menjadi eksekutor dalam setiap agenda/kegiatan
dakwah yang ada. Hanya saja, realitanya keberjalanan dakwah kampus justru
terhambat karena masalah pada SDMnya. Qhadiyah (permasalahan) pada SDM ini berasal
dari internal ataupun eksternal dakwah kampus itu sendiri.
Realita
saat ini, banyaknya kader dakwah kampus tidak menjamin akan banyaknya amanah
dakwah yang bisa diselesaikan. Seringkali terlihat kader yang berkontribusi
dalam agenda dakwah hanya itu-itu saja, bukan? lantas yang lainnya kemana? Apa
mereka merasa bingung?. Tentu saja realita ini cukup membuat dahi berkerut.
Inilah yang menjadi salah satu permasalahan dakwah kampus dari masa ke masa “Hilangnya
kontribusi kader terhadap dakwah kampus”.
Maka
dari itu perlu adanya tinjauan kembali kenapa hal ini bisa terjadi. Salah satu
penyebabnya –hasil dari tinjauan penulis- adalah karena subjek dakwah kurang
atau bahkan belum memiliki “sense of belonging” terhadap dakwah
kampus. Rasa memiliki/sense of belonging sulit
untuk muncul –biasanya- karena ia (subjek dakwah) tidak bisa mendapatkan haknya
setelah bergabung ke dakwah kampus. Hak dari seorang subjek dakwah yang paling fundamental adalah tarbiyyah (pembinaan).
Kasus yang nampaknya sering terjadi di dakwah kampus saat ini adalah pembinaan
yang kurang baik dan tidak berkelanjutan. Banyak kader yang bergabung dengan
dakwah kampus dengan alasan ingin memperbaiki diri (mendapatkan pembinaan),
namun ia sama sekali tidak mendapatkannya diawal-awal. Padahal pembinaan rutin
adalah salah satu bentuk penjagaan kader, dan ia merupakan hak bagi setiap
kader yang harus dipenuhi. Dengan alasan itulah banyak subjek dakwah/kader yang
menarik diri dari dakwah kampus karena merasa haknya tidak terpenuhi sehingga
kontribusinya sedikit demi sedikit mulai terkikis habis.
Dalam Fiqh Prioritas disebutkan bahwa baiknya mendahulukan
kualitas dan jenis urusan atas kuantitas. Yang perlu mendapat perhatian adalah
bukan banyak dan besarnya persoalan yang dihadapi, tetapi kualitas dan jenis
pekerjaan yang dihadapi. Hal itu memang benar, tapi tidak serta merta langsung
melupakan targetan jumlah kader yang hendak dicapai. Bukankah lebih bagus jika
target perekrutan kader tercapai? kemudian mereka mendapatkan hak-hak mereka?
sehingga mereka memiliki sense of
belonging terhadap dakwah kampus, atau bahkan mereka menyatakan siap berjuang
dan menyerahkan segalanya di jalan ini ?.
Adapun terkait banyaknya kader yang sedikit demi
sedikit mundur dari perjalanan dakwah, baiknya harus benar-benar dipahamkan
pada mereka bahwa,“Bukan dakwah yang
membutuhkan kita, namun kitalah yang membutuhkan dakwah”. Bukankah Allah
akan mengganti suatu kaum yang mundur dari jalan ini dengan kaum yang lebih
baik lagi?. itu janjiNya yang harus kita yakini. Hanya saja para kader dakwah
tidak memahami dengan baik esensi dari janji Allah tersebut. Tidak tergiurkah
kita dengan apa yang Allah tawarkan dan berikan ketika kita bergabung dalam
sebuah jama’ah kemudian berjuang menegakan Agama Allah di muka bumi ini ?
bukankah amalan yang dikerjakan berjamaah itu bernilaikan pahala yang berlipat
?
Dakwah secara bersama-sama saja sulit untuk
dilakukan, lantas bagaimana jika sendirian? Tentu pasti akan lebih sulit lagi.
Dalam dakwah perlu adanya amal jama’i. amal yang dilakukan secara bersama-sama.
Bukankah dakwah islam dimuka bumi ini besar karena amal jama’i? islam besar
bukan karena perjuangan Rasulullah saja, namun didalamnya rasulullah berjuang
bersama para sahabat. Benteng terkuat didunia pada masanyapun “benteng
konstantinopel” dapat ditaklukan bukan hanya oleh Al-Fatih seorang, namun bisa
ditaklukan oleh Al-Fatih dan seluruh pasukan terbaiknya. Maka tak ada alasan
untuk tidak bergabung dengan jamaah, jika memang ingin berdakwah. Bergabunglah
dalam jamaah sebenci dan sekecewa apapun.
Pemahaman kader terkait pentingnya bergabung dalam
sebuah Jama’ah ini hendaknya dilakukan diawal waktu ketika kader bergabung
dengan dakwah kampus. Pemahanam ini sangat penting agar nantinya kader memiliki
sense of belonging terhadap dakwah
kampus, sehingga kedepannya kader tak akan merasa ragu untuk mensyiarkan dan menegakan
dakwah islam, khususnya dakwah dilam di kampus.
Tujuan dakwah jangka panjang adalah Khilafah Fil
‘ardl yakni “Memimpin dunia”. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan
sekelompok ummat yang kuat dan hebat yang berbasis pada kader-kader militan.
Mereka mengutamakan kerja daripada hanya sekedar pandai mengkritik, merekan berinisiatif
daripada hanya menunggu perintah, memahami
betul apa tugas dan perannya dalam dimensi dakwah dengan disertai
pendekatan diri kepada Allah dalam rangka meraih bimbingan dan pertolonganNya.
Teruntuk kalian yang sedang dan senantiasa berjuang
dijalan dakwah dengan segenap hati dan kemampuan kalian. Bersyukurlah, karena
Allah telah memilih kalian. Tidak semua orang bisa ada dan mampu berada di
jalan ini. Tetes keringat yang mengucur deras pada tubuh, yang senantiasa
menghiasi hari-hari penuh perjuangan, kelak akan menjadi bukti dan menjadi
penyelamat, pada hari dimana semua orang dimintai pertanggungjawaban olehNya.
Teruntuk kalian yang setiap malam susah tidur lelap karena memikirkan masalah
ummat, bersabarlah kelak Allah akan menggantinya dengan Syurga. Sungguh Allah sangat mencintai orang-orang
yang berperang dijalan Allah dalam barisan yang teratur, seolah-olah mereka
seperti sebuah bangunan yang tersusun kokoh (Ash-Shaff:4). Jadi Kader Militan
?? Siapa Takut !!! BERGERAK ATAU TERGANTIKAN !!
Salam Kampus Madani ,
POLBAN, 10 Agustus 2016.
Hadar~
Silakan dishare, Semoga bermanfaat.. :)