Adalah Rasulullah SAW dalam kesibukan sebagai seorang suami, kepala negara, panglima jendral angkatan perang, duta besar dalam rangka berdakwah ke berbagai kabilah, bahkan hingga melewati jazirah arab sampai persia dan romawi adalah seorang yang tetap sangat memperhatikan generasi muda.
Beliau memberikan perhatian khusus kepada sahabat-sahabat muda, mencintai, menasehati dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, sehingga tidak jarang metode Rasulullah sudah diterapkan dalam dunia psikologi modern untuk anak. Inilah kisah sahabat mulia Abdullah bin Abbas, keponakan dari ummul mukminin, Maimunah binti Al-harits.
“Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?” tanya Rasulullah kepada pemuda kecil tersebut.
“Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan Allah selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah maka kamu akan mendapati Allah selalu dekat di hadapanmu. Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenali dalam dukamu. Bila kamu meminta, minatalah kepada Allah.
Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Ketahuilah, semua hal telah selesai ditulis,” sabda Rasulullah kemudian. Pemuda ini, Abdullah bin Abbas, mendengarkan tausiyah Rasulullah, mengamati bibir beliau dengan penuh perhatian, sehingga ilmu yang disampaikan dapat dihayati dengan pikiran dan hati.
Demikianlah dalam satu kali pertemuan dengan Rasulullah, begitu luas ilmu yang dapat Abdullah bin Abbas peroleh, sehingga tidaklah mengherankan, dia tumbuh dengan aliran ilmu, menjadikan keimanan yang menghujam dalam dada, keikhlasan yang kokoh, keberanian dan ghirah jihad sepanas , seluas padang pasir jazirah arab. Pun Abdullah bin Abbas adalah seorang penuntut ilmu yang penuh semangat, itulah karakter sahabat-sahabat Rasulullah yang terpatri, haus akan ilmu agama, dipenuhi takut dan harap akan cinta Allah SWT. Inilah karakter-karakter, jiwa, pribadi, yang namanya harum semerbak hingga akhir jaman kelak, Allah ridho kepada mereka, dan mereka ridho kepada Allah.
Suatu hari, Abdullah bin Abbas ingin melihat bagaimana Rasulullah melaksanakan sholat malam, maka dia pun menginap di rumah Rasulullah, sepanjang malam dia terjaga, agar tidak terlewati ketika Rasulullah hendak melaksanakan sholat malam. Ketika Rasulullah terbangun, disiapkan olehnya air, agar Rasulullah dapat berwudhu, demi melihat pemuda kecil ini, Rasulullah terharu, bangga, dielus rambutnya, didoakan,”Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah dia tafsir kitab-Mu”. Kemudian, sholat berjamaahlah pemuda ini dengan manusia paling mulia, suatu kenikmatan yang tidak ada bandingannya, adalah awalnya Abdullah berdiri sejajar dengan Rasulullah, tetapi hatinya berkata, tidaklah pantas untuknya sejajar dengan seorang Rasul Allah, maka mundurlah sedikit dirinya, tetapi Rasulullah menariknya, kemudian dia kembali untuk mundur. Ketika selesai sholat, ditanyakan, kenapa dia berbuat demikian. “Wahai kekasih Allah dan manusia, tidak pantas kiranya aku untuk berdiri sejajar dengan utusan Allah,”jawab Abdullah bin Abbas, Rasulullah tersenyum, dengan senyuman yang menenangkan setiap jiwa, kemudian mendoakan kembali untuk Abdullah bin Abbas dengan doa yang sama.
Ketika Rasulullah SAW wafat, umur Abdullah bin Abbas 13 tahun, sungguh, kesedihan dan kehilangan penuh sempurna di hatinya, adalah manusia yang dicintainya dipanggil kembali ke Rahmat Allah, sehingga air mata menetes, lemah lunglai tubuhnya ketika mendengar kabar tersebut. Tetapi perasaan tidak boleh selalu diikuti, inilah kepribadian yang luar biasa, kepribadian pejuang mulia, kepribadian yang diajarkan di majelis Rasulullah SAW. Maka dihapus air mata, dia kuatkan hati untuk tetap melanjutkan perburuan dalam ilmu. Abdullah bin Abbas mendatangi sahabat-sahabat senior Rasulullah, setiap rumah didatangi, untuk bertanya akan sabda-sabda, sunnah dari Rasulullah SAW. Adakalanya terkadang, dia harus tertidur di depan rumah para sahabat, karena malamnya hari dan keengganan mengganggu tuan rumah. Bayangkan, pemuda berumur 13 tahunan, ghirah mencari ilmu, berjalan dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung, tidur beralaskan tanah untuk mencari sabda Rasulullah yang mulia, kita semua berhutang kepada pejuang-pejuang seperti ini, dengan semangat inilah hadist-hadist, tafsir, masih dapat kita baca dan nikmati, semoga Allah meridhoi mujahid-mujahid ilmu ini.
Demikianlah karena kecintaan terhadap ilmu sejak usia belia, dijuluki dirinya oleh kaum Quraisy “Pemuda tua”, karena antara ilmu dan usia yang tidak sebanding, bahkan Umar bin Khattab banyak menanyakan permasalahan-permasalahan ummat kepadanya. Sekalipun penuh ilmu, sifat beliau pun penuh santun kepada yang lebih tua, adapun apabila dalam suatu majelis atau forum terjadi perdebatan, maka kesimpulan terakhir akan ditanyakan kepadanya.
Pada masa khalifah Utsman, Ibnu Abbas bertugas berjihad ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin Abi Sarh, berangkat dia sebagai juru dakwah dan mujahid. Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, terjadi peperangan dan musibah perpecahan, Abdullah bin Abbas menawarkan diri sebagai utusan untuk berdialog, sehingga lebih dari 15000 khawarij memenuhi panggilan Allah untuk kembali ke jalan yang benar. Adalah peristiwa perpecahan ummat pada saat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib adalah bagian dari sabda Rasulullah, dan sesungguhnya semua sahabat yang berilmu telah mengetahui kejadian tersebut. InsyaAllah bahasan ini dalam Fitnah akhir jaman dibahas lebih dalam.
Begitulah senantiasa hidup Abdullah bin Abbas, ilmu, ilmu dan ilmu, beribadah dengan ilmu, memberikan kesegaran kepada jiwa manusia dengan ilmu, memberikan cahaya kepada gelapnya hati, memberikan setetes air embun kepada teriknya kalbu, menaburkan kesan kepada segenap manusia, akhlak seorang mukmin. Ibnu Abbas meninggal pada usia 71 tahun, Abu hurairah menggambarkan kehilangan ini dengan ucapan,”Hari ini telah wafat ulama umat”. Semoga Allah memberikan penggantinya.
Sumber : Inspirasi 10.27 ( Mq fm 102,7 fm Bandung)
Silakan dishare, Semoga bermanfaat.. :)